HARTA
DAN WANITA MENGGOYAHKAN IMAN PRIA BERTAHTA
Hai Indonesiaku, hai negeriku
tercinta. Tak hentinya korupsi merajalela di negeri ini. Dari mulai korupsi
berupa uang, mobil mewah, dan gratifikasi seks yang dilakukan oleh pekerja seks
komersial dan oknum pejabat negara.
Sungguh ironis, di tengah-tengah
masyarakat Indonesia yang masih banyak rakyatnya yang termasuk kaum miskin,
masih saja banyak pejabat negara yang ingin memperkaya diri sendiri dan
memikirkan diri sendirinya saja.
Wakil rakyat yang seharusnya
memikirkan nasib rakyat kini sudah tidak memikirkan rakyatnya. Sekarang hanya
tinggal semboyan-semboyannya saja. “Berjuang
Demi Rakyat”, apa yang mereka perjuangkan? “Kini Saatnya Perubahan”, perubahan kearah mana dan seperti apa
perubahan yang dimaksud?
Semenjak pemilu 2004 dan 2009 kita
sebagai rakyat selalu mendengarkan semboyan-semboyan seperti itu, tetapi tidak
banyak perubahan yang lebih baik yang kita rasakan. Perubahan itu hanya dialami
oleh orang-orang tertentu, yakni para pajabat yang menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan kekayaan dan memuaskan dirinya sendiri.
Indonesia yang mayoritas beragama
islam tidak menutup kemungkinan adanya praktek-praktek korupsi yang dilakukan
oleh oknum pejabat negara yang beragama islam. Mereka yang beragama islam dan
mempunyai keimanan terhadap Allah swt seharusnya tidak berani melakukan tindak
korupsi. Karena merasa selalu dilihat dan diawasi oleh Allah swt. Tetapi
mengapa mereka berani melakukan tindakan seperti itu?
Partai islam yang diharapkan dapat
memberi contoh kepada partai lainnya pun tidak terlepas dari tindakan korupsi.
Partai yang selalu membawa ayat suci Al-Quran dalam politik dan kampanyenya.
Tidak tanggung-tanggung, yang melakukan tindak korupsi tersebut adalah Ketua
Umum dari partai tersebut dan sangat mencoreng nama baik partai tersebut.
Pantas saja ada pepatah yang mengatakan, “nila setitik merusak susu
sebelangga”. Ketika ketua umum partai itu terbukti melakukan tindak korupsi, tak
hentinya media berita dan para politikus membicarakan kasus ini.
Pun Al-Quran tidak lepas dari
korupsi, belum lama bisa kita lihat di televisi ada pejabat negara yang korupsi
dalam pengadaan Al-Quran di sebuah departemen kenegaraan. Sungguh sangat
memalukan, orang islam yang bertugas di sebuah departemen keagamaan melakukan
korupsi seperti itu, Al-Quran pula yang di korupsi.
KPK yang diharapkan bisa
memberantas korupsi, tidak bisa berbuat banyak ketika para koruptor adalah para
pejabat yang menguasai negeri ini. KPK diibaratkan sebagai kucing, dan koruptor diibaratkan sebagai tikus. Ketika kucing berhadapan
dengan tikus biasa , maka kucing pun berani memangsa tikus tersebut. Tetapi ketika seekor kucing berhadapan dengan tikus got yang mempunyai badan yang lebih besar dan ganas, kucing pun takut dan tidak berani
memangsanya, hanya berdiam diri dan membiarkan si tikus got itu berjalan. Ketika tersangka korupsi berasal dari
partai yang bukan menguasai negerti ini, KPK berani berbuat banyak dan menyeret
tersangka ke meja bundar. Tetapi ketika tersangka berasal dari partai yang
mengusai negeri ini, KPK seperti bisu seribu bahasa, tak mampu berbuat banyak.
Mungkin ketika partai tersebut sudah tidak menguasai negeri ini, KPK bisa
berbuat banyak dan menyeret semua tersangka ke meja pengadilan.
15 tahun sudah era reformasi,
tetapi praktek korupsi kian marak dilakukan oleh para oknum pejabat negara.
Reformasi yang diharapkan lebih dapat memajukan bangsa dan negara, tidak bisa
berbuat banyak karena turunnya akhlak dan moral manusia yang memimpin dan
dipimpin di negeri Indonesia tercinta.
Ini tidak terlepas dari pendidikan
di Indonesia. Pendidikan yang diharapkan dapat membentuk manusia-manusia yang
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, ternyata belum mampu dalam mengemban
cita-cita bangsa yang tertuang dalam muqaddimah UUD 1945. Kami sebagai
calon-calon pendidik yang terjun di dunia pendidikan akan berusaha semaksimal
mungkin untuk membentuk manusia-manusia Indonesia yang cerdas dan bertakwa.
Sehingga tindakan korupsi di negeri tercinta ini dapat di musnahkan secara keseluruhan,
dari atas sampai bawah.
Para koruptor itu bersalah dan
pantas mendapatkan hukuman yang sangat berat. Tetapi kita tidak bisa serta
merta menyalahkan mereka para penikmat uang rakyat. Bisa dibayangkan jika kita
yang berada di posisi mereka, apakah kita melakukan hal yang sama dengan mereka
atau kita tetap berfikiran idealis memerangi korupsi? Segala sesuatu berawal
dari yang terkecil, jika dari kecilnya sudah berani melakukan tindakan yang tak
patut untuk di contoh, maka sudah besarnya pun tetap seperti itu. Contah
mudahnya seperti ini, berapa banyak uang orangtua kita yang seharusnya untuk
membayar sekolah malah dihabiskan untuk foya-foya? Dari tindakan seperti itu
kita sudah memiliki jiwa koruptor, dan apabila kelak menjadi pejabat negara,
kemungkinan menjadi koruptor sangat besar.
Para pelaku kejahatan tidaklah
hanya ada niat kejahatan, tetapi karena ada kesempatan. Begitupun para
koruptor. Apa yang terjadi di negeri ini? Apa dan siapa yang bersalah? Apakah
sistem yang berjalan di negeri ini yang bersalah? Yang dapat memberikan
keluasan para pejabat untuk melakukan kejahatan terhadap bangsa dan rakyat
Indonesia.
Pemilu 2014 yang akan datang,
partai politik, para calon anggota DPR
dan para calon presiden sudah gencar memasang iklan di berbagai media,
baik televisi maupun yang lainnya. Oleh karena itu, sepatutnya kita lebih teliti
dan cerdas dalam memilih para pemimpin bangsa, yang dapat membawa negara ini ke
arah yang lebih baik, yang dapat menciptakan negeri yang sejahtera dan
mendapatkan ampunan dari Allah swt, yaitu sebuah negeri baldatun toyyibun wa robbun gofur.
0 komentar:
Posting Komentar